Social Icons

Pages

Minggu, 13 April 2014

PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PENJIBLAKAN BUKU BAJAKAN

 “PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
DALAM PENJIBLAKAN BUKU BAJAKAN”






OLEH

NAMA           : YOSEF ROBERT NDUN
NIM                : 322013020
TUGAS          : HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL



MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014

BAB 1
PENDAHULUAN
A.          LATAR BELAKANG
Hak kekayaan intelektual atau yang lebih dikenal dengan nama Intellectual Property right merupakan suatu pengakuan hak-hak atas diri seseorang yang sebagai hak intelektual yang perlu dilindungi. Istilah HaKI pada dasarnya juga merupakan terjemahan dari istilah Intellectual Property right[1], yang juga merupakan istilah standar baku yang dipakai dalam Perundang-undangan menyangkut HaKI.
Pada dasarnya bahwa perlu pertimbangan perlindungan HAKI sangat penting karena seseorang yang berusaha dalam penciptaan hasil karyanya, memilki hak alami untuk memiliki dan mengontrol apa yang telah diciptakan itu. Hak inilah yang selalu melekat pada diri seorang pencipta hasil karya tersebut.
Perlindungan HaKI dapat dikatakan bahwa sangat erat kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), karena Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Selanjutnya juga bahwa jika mencermati akan kaitan yang mana sangat erat itu, maka apabila dilihat dengan Pasal 27 ayat 1 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang menetapkan bahwa :[2]
“Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendapat perlindungan atas kepentingan-kepentingan moral dan material yang merupakan hasil dari ciptaannya dibidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni”.

Selanjutnya bahwa berdasarkan pengakuan yang secara universal tersebut diatas maka sudah tidak diragukan lagi bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi masyarakat luas dalam kehidupan manusia (life worthy) dan mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan pula adanya 3 macam konsepsi, yakni :

1)      Konsepsi kekayaan,
2)      Konsepsi hak, dan
3)      Konsepsi perllindungan hukum.
Sehingga berdasarkan konsepsi tersebut diatas maka sudah seharusnya Pemerintah Indonesia wajib menjaga hak-hak dari setiap pencipta hasil karya, sastra dan seni tersebut. kebijakan Pemerintah juga sangat dirasakan dengan adanya kehadiran berbagai Perundang-undangan mengenai HaKI, misalnya : Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Merek, Undang-undang Paten, Desai Produk Industri, Lingkaran Elektronika Terpadu dan Rahasia Dagang, serta Indikasi Geografis.
Adapun mengenai uraian tentang hak kekayaan intelektual diatas maka jika mencermati kasus yang terjadi seperti dilansir di Kompas.com tanggal 4 April 2014 tentang kasus buku bajakan. Pada kasus peredaran buku-buku bajakan yang hal mana keberadaannya melanggar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hal ini dianggap telah melanggar Undang-undang yang juga sekaligus telah merugikan penulis dan penerbit.[3]
Berdasarkan kisah kasus diatas maka, apabila mencermati prinsip-prinsip dari ketentuan HaKI di Indonesia perlunya suatu tindakan penanganan yang serius dari Pemerintah Indonesia sendiri. Hal pun juga dikatakan oleh Kepala Bidang Hak Cipta IKAPI  Pusat[4] bahwa selama hukum belum tegak, tak pernah aka nada efek jera bagi pelaku pembajakan. Selanjutnya bahwa sejuml;ah pengaduan IKAPI untuk menyeret pembajak buku malah kerap memakan waktu dan biaya tanpa hasil yang memuaskan.
Adapun juga bahwa suatu HaKI perlu diketahui tentang prinsip-prinsip dalam Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri. Adapun prinsip-prinsip hak kekayaan intelektual yakni :[5]
1.      Prinsip ekonomi adalah hak intelektual berasal dari kegiatan kretif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2.      Prinsip keadilan yaitu di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya.
3.      Prinsip kebudayaan (The Cultural Argument) berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.
4.      Prinsip sosial (The Social Argument) berdasarkan prinsip ini, sistem HaKI memberikan perlindungan kepada pencipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat.
Jika mencermati problema yang terjadi diatas maka dapat dikatakan bahwa penanganan penegakan masalah HaKI di Indonesia khususnya dibidang Hak Cipta masih tergolong masih lemah. Sedangkan dalam Peraturan Perundang-undangan yang telah ada sudah member berbagai perlindungan bagi penulis dan /atau penerbit pula untuk menikmati hak kekayaan intelektualnya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah yang ingin jadi fokus dalam tulisan ini adalah BAGAIMANA PERKEMBANGAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA?

C.    TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, yakni sebagai berikut :
1.      Menganalisis dan mengetahui perkembangan pelanggaran hak cipta di Indonesia.
2.      Menganalisis dan memahami bentuk perlindungan hukum terhadap penulis dan penerbit hak cipta berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

BAB II
KAJIAN TEORI

A.       SEJARAH DAN PENGERTIAN HAK CIPTA
Dari segi sejarahnya konsepsi perlindungan hak cipta mulai tumbuh dan berkembang dengan jelas sejak diketemukannya mesin cetak di abad pertengahan di Eropa. Kebutuhan dibidang Hak Kekayaan Intelektual ini timbul karena dengan mesin cetak, karya-karya cipta dengan mudah diperbanyak secara mekanikal. Hal inilah yang pada awalnya menumbuhkan Copyright.[6]
Sedangkan sejarah perkembangan HaKI di Indonesia, secara yuridis diperkenalkan dengan masalah hak cipta pada Tahun 1912, yaitu pada saat diundangkannya Auteurswet (Wet van 23 September 1912, Staatblaad 1912 Nomor 600), yang mulai berlaku 23 September 1912[7]. Namun selanjutnya dijelaskan bahwa dalam kenyataan pentaatan dan penegakan hukum ketentuan-ketentuannya belumlah diaktualisasikan sebagaimana mestinya.
Selanjutnya juga faktor sosial yang mendukung tercipta perkembangan hak cipta yang melekat atas karya tulis para pengarang dan penulis. Pandangan John Locke[8] bahwa pengarang atau penulis mempunyai hak dasar (natural right) atas karya ciptaanya. Pandangan inilah yang merupakan hakekat dari gerakan renaissance yang menjunjung tinggi kemampuan manusia sebagai pribadi yang mandiri, yang ingin membebaskan diri dari kungkungan raja dan gereja.
Menurut Endang Purwaningsih[9], bahwa hak cipta lahir sebagai hasil cipta karsa dari seorang pencipta melalui olah pikir dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, yang bersifat Original dan individuality. Selanjutnya bahwa hak cipta diperoleh tanpa perlu didaftarkan karena hak cipta itu bersifat automatic protection. Sehingga hak cipta dimaksudkan sebagai hak khusus bagi pencipta untuk mereproduksi karyanya sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan tindakan tersebut dalam batasan hukum yang berlaku.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka (1)[10], bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pengertian diatas maka sebagai kesimpulan penulis bahwa hak cipta merupakan suatu hak yang didapat seorang pencipta maupun pewaris atau penerima hak tersebut dari suatu dari hasil karya ciptaannya, yang mana hak itu lahir dengan sendiri karena sebagai hasil dari olah pikiran sendiri dan menjadi suatu hasil ciptaan baik itu di bidang seni maupun ilmu pengetahuan.

B.        SIFAT HAK CIPTA
Mencermati pengertian dari hak cipta itu sendiri maka dapat diketahui bahwa sifat dari hak cipta atas karya cipta seseorang adalah pada benda yang dapat bergerak, karena pada dasarnya bahwa sifat selanjutnya dari hak cipta adalah dapat dialihkan kepada pewaris atau penerima hak cipta itu.
Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC), bahwa sifat dari hak cipta adalah sebagai berikut :
1)      Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak,
2)      Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian, karena :
a)      Pewarisan;
b)      Hibah;
c)      Wasiat;
d)      Perjanjian tertulis; atau
e)      Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan uraian Pasal 3 diatas maka dapat diketahui bahwa pada penjelasan Pasal ini bahwa beralih atau dialihkan hak cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil. Ini berarti bahwa hak cipta itu sangat mutlak dimiliki oleh pencipta itu sendiri.
Selanjutnya menurut Rachmadi Usman[11], sifat lain daripada hak cipta adalah tidak dapat disita, karena berhubung sifat ciptaan itu adalah pribadi dan manunggal dengan diri penciptanya. Selanjutnya dalam Pasal 4 UUHC menyebutkan bahwa :
1)      Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
2)      Hak cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.

C.       PRINSIP-PRINSIP HAK CIPTA
Menurut Eddy Damian,[12] ada beberapa persamaan prinsip dalam antar negara penganut sistem Common law dan Civil Law, yakni sebagai berikut :
1)      Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli;
2)      Hak timbul dengan sendirinya (otomatis);
3)      Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk meperoleh hak cipta;
4)      Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan;
5)      Hak cipta bukan hak mutlak (absolut).
Pada prinsip hak cipta awalnya hanya dapat dilihat pada benda yang berwujud. Misalnya seseorang yang mempunyai kaset, maka bisa diperbanyakj tetapi tidak bisa dijual (mencari untung) tanpa ada lisensi. Hal ini sangat dirasakan berbeda dengan hukum perdata yang mana bahwa dapat mempengaruhi suatu gagasan/ide yang dilindungi memiliki batasan-batsan tertentu yang misalnya apabila seorang yang mempunyai tanah, bisa dihibah, ataupun bisa dijual dan tanah tersebut bisa ditanami secara penuh. Atau dengan kata lain bahwa gagasan/ide yang terkandung dalam prinsip hukum Perdata dilindungi yang sudah diwujudkan dan dapat diperbanyak.[13]
Prinsip inilah yang pada abad ke-20, paradigma hukum dan ekonomi mengenai HaKI mengalami pergeseran, terutama karena peran HaKI yang sangat besar didalam perdagangan. Selanjutnya bahwa karena tekanan HaKI mengenai Hak Cipta yang pada mulanya hanya dapat digunakan kepada pengarang, justru juga mengalami pergeseran karena dirasakan bahwa keberhasilan sebuah karya cipta tidak hanya ditentukan oleh pengarang tersebut, namun juga ditentukan atau dipengaruhi oleh pihak-pihak lain didalam industry. Kemajuan industri juga dirasakan ikut mendorong permintaan untuk hak cipta tersebut.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       














BAB III
PEMBAHASAN

A.          JENIS-JENIS HAK CIPTA YANG PERLU DILINDUNGI
Adapun jenis-jenis hak cipta yang perlu dilindungi menurut Pasal 12 UUHC, adalah sebagai berikut :
1)      Dalam UU ini ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :
a)      Buku, Program Komputer, pamphlet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya;
b)      Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang sejenis itu;
c)      Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d)     Lagu atau musik dengan tanpa teks;
e)      Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;
f)       Seni rupa dalam segala bentuk sperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g)      Arsitektur;
h)      Peta;
i)        Seni batik;
j)        Fotografi;
k)      Sinematografi; dan
l)        Terjemahan, tafsir, saduran,bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
2)      Ciptaan sebagaimana dimaksud apada huruf (1) dilindungi sebagai ciptaan sendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli,
3)      Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.


B.           BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA
Pada hakekatnya bahwa dalam hak cipta yang dilindungi ada beberapa macam hak yang melekat pada diri sang pencipta, yakni :[14]
a)      Hak Ekslusif,
Yaitu hak yang melekat pada pencipta/pengarang hasil ciptaan untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan/informasi tertentu. Selanjutnya bahwa termasuk hak-hak dalam penuangan gagasan tersebut, misalnya :
1.      Hak untuk menyalin suatu ciptaan
2.      Membatasi penggandaan yang tidak sah
3.      Membatasi masa ekspayer.
b)      Hak Ekonomi,
Yaitu hak untuk mendapat imbalan/royalty dari hasil ciptaannya. Namun hak ekonomi ini tergantung pula pada perjanjian antara penerbit hasil karya (misalnya hasil karya yang dalam bentuk tulisan buku) dengan sang pencipta itu sendiri.
c)      Hak Moral
Yaitu bahwa dari hak yang melekat pada diri sang pencipta tersebut maka hak itu tidak dapat dihilangkan dengan alasan apapun sekalipun hak cipta tersebut sudah dialihkan. Atau dengan kata lain bahwa meskipun hak cipta tersebut sudah dialihkan namun hak mutlak dari diri sang pencipta tidak akan terhapuskan.
Berbicara mengenai hak cipta pula maka tentunya dapat pula kita mengenal bentuk perlindungan hukum terhadap hak cipta apada dasarnya dapat berbentuk 3 bentuk, yakni :
1.      Perlindungan Perdata.
Perlindungan secara perdata yang dimaksudkan bahwa disisi ini pencipta atau penemu hasil karya baik itu ilmu pengetahuan, seni dan sastra dilindungi dari segi hukum perdata. Disini pencipta diberi hak-hak berupa :
a.       Hak untuk menggugat,
b.      Hak-hak keperdataan.
2.      Perlindungan Pidana.
Maksud dari perlindungan secara pidana bahwa jika terjadi sengketa atas karya ciptanya, maka si pencipta memiliki perlindungan pidana untuk mengadukan perkara tersebut secara pidana, atau dengan kata lain bahwa sebagai suatu delik aduan baik secara biasa maupun secara khusus.
3.      Perlindungan administrasi.
Perlindungan ang dimaksudkan bahwa dengan adanya hasil karya ciptaan tersebut, pencipta memiliki hak untuk mendaftarkan hasil karya tersebut, hal mana sesuai dengan prosedur pendaftaran hak yang telah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.      Perlindungan sertifikat.
Maksudnya bahwa dengan adanya pendaftaran tersebut, maka pencipta dengan sendirinya menerima sertifikat hak atas karya ciptanya. Sehingga dengan demikian maka sertifikat tersebut merupakan suatu alat bukti yang kuat apabila dikemudian hari terjadi sengketa pengklaiman dari pihak lain.
5.      Perlindungan hak otomatis.
Bahwa hak yang didapat merupakan  hak penggunaan pertama, yang mana hak tersebut selalu melekat pada diri sang pencipta selamanya, selagi tidak dialihkan kepada pihak lain yang sebagai pewaris hak tersebut.

C.          PELANGGARAN DALAM HAK CIPTA
Pada dasarnya pelanggaran dalam hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada. Artinya disini si penuntut harus dapat membuktikan bahwa karyanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak, atau karya lain tersebut berasal dari berasal dari ciptaanya. Suatu hak cipta dapat dikatakan dilanggar apabila seluruh atau bagian substansial dari ciptaan yang telah dilindungi hak cipta telah dikopi.[15]
Selanjutnya juga menurut Endang Purwaningsih, bahwa terkait dengan pelanggaran-pelanggaran hak cipta, ada beberapa kegiatan-kegiatan yang tidak dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta, yakni sebagai berikut :
a.       Memakai karya orang lain untuk maksud pendidikan, riset, tesis IPTEK, penulisan laporan, kritik atau ulasan;
b.      Mengutip semua  atau sebagian dari karya orang lain dengan maksud  advokasi didalam atau diluar siding;
c.       Mengutip semua atau sebagian dari karya seseorang untuk kuliah pengajaran atau sains dan pameran atau pertunjukan bebas biaya.
Berdasarkan uraian diatas, maka pada intinya bahwa suatu hak cipta dikatakan telah dilanggar apabila :
1.      Hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dari sang penciptanya;
2.      Ada kesamaan dari kedua karya cipta tersebut, baik itu seluruhnya maupun bagian substansial dari hak cipta tersebut.
Tentunya bahwa apabila terjadi pelanggaran hak cipta baik itu berupa pencurian ataupun pembajakan maka mestinya perlu diproteksi yakni dengan kehadirannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC) yang telah diberlakukan oleh negara Indonesia. Yang dimaksudkan denga proteksi disni bahwa dengan adanya ketentuan UUHC maka dapat ditelusuri bahwa tindakan tersebut dapat digolongkan dalam pelanggaran perdata atau pula sebagai perbuatan pidana.
Dengan adanya proteksi tersebut maka dengan sendirinya akan tercipta pula suatu penegakan yang maksimal. Atau dengan kata lain bahwa dengan adanya proteksi tersebut maka hak-hak dari sang pencipta maupun penerbit dapat ditegakkan. Selanjutnya juga bahwa setelah diketahui maka dapat diketahui apakah itu merupakan pelanggaran dibidang perdata atau sebagai perbuatan pidana, yang mana telah melanggar terhadap perlindungan hukum terhadap hak cipta sebagaimana sesuai dengan bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap hak cipta yang telah diuraikan diatas.
Berdasarkan uraian diatas maka apabila mencermati kasus yang telah dilansir oleh Kompas.com pada tanggal 4 April 2014 terkait kasus pembajakan buku maka sedikit dapat disimpulkan bahwa kasus tersebut dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap hak cipta oleh PT Al-Mawardi Prima karena telah melakukan pembajakan buku dengan hal mana bahwa telah merugikan pengarang/pencipta juga pula merugikan penerbit.
Namun jika mencermati perbuatan yang dilakukan oleh para mahasiswa yang telah melakukan pembelian buku-buku tersebut, tidaklah dikatakn sebagai suatu perbuatan melanggar hukum karena pada dasarnya bahwa perbuatan membeli buku tersebut dilakukan dengan maksud pendidikan yang atas dasar untuk memenuhi materi perkuliahan.
















BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi kesimpulan dari penulisan ini adalah :
1.         Suatu perbuatan dapat dikatakan melanggar hak cipta orang lain, apabila :
-          Hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dari sang penciptanya;
-          Ada kesamaan dari kedua karya cipta tersebut, baik itu seluruhnya maupun bagian substansial dari hak cipta tersebut
2.         Adapun bentuk perlindungan hukum bagi pencipta hasil karya cipta tersebut, yakni :
a)      Hak Ekslusif,
Yaitu hak yang melekat pada pencipta/pengarang hasil ciptaan untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan/informasi tertentu. Selanjutnya bahwa termasuk hak-hak dalam penuangan gagasan tersebut, misalnya :
1.      Hak untuk menyalin suatu ciptaan
2.      Membatasi penggandaan yang tidak sah
3.      Membatasi masa ekspayer.
b)      Hak Ekonomi,
Yaitu hak untuk mendapat imbalan/royalty dari hasil ciptaannya. Namun hak ekonomi ini tergantung pula pada perjanjian antara penerbit hasil karya (misalnya hasil karya yang dalam bentuk tulisan buku) dengan sang pencipta itu sendiri.
c)      Hak Moral.
Yaitu bahwa dari hak yang melekat pada diri sang pencipta tersebut maka hak itu tidak dapat dihilangkan dengan alasan apapun sekalipun hak cipta tersebut sudah dialihkan. Atau dengan kata lain bahwa meskipun hak cipta tersebut sudah dialihkan namun hak mutlak dari diri sang pencipta tidak akan terhapuskan.



DAFTAR PUSTAKA

Damian, Eddy., Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, UU Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitannya, Cetakan Ke-2, Alumni, Bandung, 2001.
Dwiyatmi, Sri Harini., Metode Penelitian Hukum, MIH-Fakultas Hukum UKSW-Salatiga, Edisi 2014.
Purwaningsih, Endang., Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Lisensi, Cetakan Pertama, Maju Mundur, Bandung, 2012.
Kurnia, Titon Slamet, dkk., Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum & Penelitian Hukum di Indonesia-Sebuah Reorientasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013.
Usman, Rachmadi., Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual-Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Edisi Pertama, Alumni, Bandung, 2003.
Satyagrahasa, Danny., materi perkuliahan Hukum Hak Kekayaan Intelektual, pada program studi Magister Ilmu Hukum, UKSW, pada tanggal 22 Februari 2014.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Harian Kompas, tanggal 4 April 2014.



[1] Eddy Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, UU Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitannya, Cetakan Ke-2, Alumni, Bandung, 2001, Hal: 1
[2] Ibid, Hal : 18
[3] Harian Kompas, tanggal 4 April 2014, Hal ;1
[4] Kompas, Ibid, Hal; 15
[6] Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual-Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Edisi Pertama, Alumni, Bandung, 2003, Hal; 55
[7] Ibid, Hal; 56
[8] Ibid, Hal:55-56
[9] Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Lisensi, Cetakan Pertama, Maju Mundur, Bandung, 2012, Hal; 35-36
[10] Pasal 1 angka 1 Undang-undang Hak Cipta
[11] Rachmadi Usman, Ibid, Hal: 111
[12] Eddy Damian, Ibid, Hal;99-106
[13] Theofransus Litaay, disampaikan dalam perkuliahan mata kuliah Hukum Haka Kekayaan Intelektual, UKSW-Salatiga, pada tanggal 13 Februari 2014.
[14] Danny Satyagrahasa, materi perkuliahan Hukum Hak Kekayaan Intelektual, pada program studi Magister Ilmu Hukum, UKSW, pada tanggal 22 Februari 2014, bahwa bahwasanya hak cipta (khususnya dalam bidang seni), selalu terkjandung hak-hak yang selalu melekat pada diri sang pencipta dan tidak akan terhapus.
[15] Endang Purwaningsih, Ibid, Hal: 42