Social Icons

Pages

Minggu, 08 Desember 2013

POLITIK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA INDONESIA

MAKALAH AKHIR POLITIK HUKUM











NAMA       : YOSEF ROBERT NDUN
NIM            : 322013020



MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013



POLITIK HUKUM DALAM
PENYELENGGARAAN NEGARA INDONESIA

A.    Latar Belakang
Setiap manusia di dunia ini selalu mempunyai tujuan hidup. Nah dalam mencapai tujuan hidup tersebut, maka  manusia diproteksi atau  di lindungi oleh suatu ilmu yang disebut sebagai hukum.
Keberadaan hukum di Indonesia sangat memprihatinkan seluruh mata masyarakat, karena hukum telah menyimpang dari perlindungan kepentingan-kepentingan konstitusional dan tujuan-tujuan sah tindakan negara yang dirancang untuk memperlihatkan struktur hukum yang melekat dalam suatu negara yang demokratis.
Hukum tidak selalu steril dengan subsistem kemasyarakatan lainnya, sehingga seringkali politik hukum melakukan intervensi atas  perbuatan dan  pelaksanaan hukum sehingga muncul juga pertanyaan-pertanyaaan tentang subsistem-subsistem mana  antara hukum dan poliitik yang dalam kenyataan lebih  suprematif.[1]
Hukum selalu bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Sehingga banyak kepentingan-kepentingan masyarakat yang di telantarkan oleh negara. Hak-hak dan kewajiban masyarakat yang ada  pada  seseorang yang hidup dalam masyarakat dianggap tidak sesuai dengan kaidah-kaidah  hukum yang berlaku.
Mencari jawaban tentang apakah hukum itu disebut ilmu atau bukan tidaklah mudah. Salah satu hal yang menyebabkan sulitnya memberikan kepastian tentang jawaban bahwa hukum itu ilmu atau bukan, dikarenakan dalam memberikan arti dan pengertian dari hukum itu sendiri saja oleh para ahli hukum sampai saat ini tidak ada satu kesatuan rumusan. Tetapi hal itu tidak menjadi persoalan, karena bukan pengertian hukumnya yang menjadi sasaran melainkan persoalan hukum itu disebut ilmu atau bukan.
Untuk mengetahui apakah hukum itu disebut ilmu atau bukan, pertama-tama kita harus menjawab pertanyaan apakah yang dimaksud dengan ilmu itu sendiri. Secara garis besar ilmu merupakan pemikiran asosiatif yang memahami kausalitas hakiki dan universal sebagai hasil dan akumulasi pengetahuan dengan menggunakan prosedur sistematis dan metode-metode tertentu. Dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang sistematis. Atau ilmu itu merupakan sistem.
Nah, dengan demikian maka akan timbul suatu  pertanyaan bagaimana  esensi hukum itu sendiri? Pada dasarnya bahwa hukum itu muncul dalam pengalaman tiap-tiap orang. Yang mana pertama-tama muncul dalamm bentuk kaidah-kaidah yang mengatur hidup bersama. Kaidah-kaidah  itu ada yang berbentuk perintah dan larangan (kaidah imperatif) dan juga  yang berbentuk disposisi (kaidah fakultatif). Kaidah itu ada yang tertulis maupun tidak tertulis.[2]
Pada umumnya  bahwa masyarakat berbeda persepsi pemahaman tentang hokum. Ada yang memandang hokum dari sudut das sollen (suatu  keharusan) atau para idealis berpegang pada pandangan bahwa  hokum harus merupakan pedoman dalam segala tingkat kehidupan  hubungan antar angggota masyarakat termasuk  dalam segala bentuk kegiatan politik. Sedangkan ada juga bahwa yang berpandangan hukum  dari sudut das sein (kenyataan) atau para paham  empiris  melihat secara realita bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh politik, bukann saja dalam perbuatannya, tetapi juga  dalam kenyataan-kenyataan yang bersifat empiris.[3]
Dari beberapa pendapat yang telah disebutkan tersebut, menurut penulis bahwa pandangan tersebut tidak bertitik tolak pada pemaknaan hukum dalam arti luas dan mendalam, dalam artian bahwa hukum hanya dilihat dalam pengertian yang abstrak saja dimana hanya terbatas pada hukum positif; padahal hukum juga bisa diliahat dalam dunia nyata atau secara empiris misalnya dengan menggunakan sudut pandang sosiologi, antropologi, sejarah, politik ataupun psikologi. Dari sinilah kita dapat melihat bahwa hukum juga terdiri dari perbuatan-perbuatan yang dapat diamati.
Selanjutnya objek dari ilmu hukum adalah hukum; apakah hukum itu? Jika kita perluas makna hukum dapat kita artikan sebagai alat untuk menjaga keseimbangan pergaulan hidup manusia agar tercipta suasana yang tertib, adil, aman dan damai. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo sebagaimana dikutip oleh R.E.S. Fobia, dalam materi pembekalan bahwa hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa hukum itu bertujuan untuk menghantarkan manusia pada kehidupan yang lebih bermutu; yang adil, sejahtera dan bahagia. Kemudian, untuk mencapai tujuan hidup tersebut diciptakanlah peraturan-peraturan yang akan mengatur tingkahlaku manusia dan pergaulannya, dan untuk menyusun suatu aturan hukum diperlukan metode-metode dan dalam perkembangannya sudah ada metode-metode hukum yang dipakai baik itu secara normatif maupun empiris..
Sesungguhnya  berbicara  mengenai politik hukum, maka sudah sangat jelas dalam suatu groundnorm. Sebagai contoh negara Indonesia bahwa  Pancasila sebagai  norma  dasar cenderung di gunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan dan  lebih menjadi ideology tertutupadalah  karena adanya pendapat bahwa Pancasila berada diatas dan diluar konstitusi. Budaya ini yang meliputi das sein dan das sollen atau dengan kata lain bahwa budaya itu tercermin dalam kenyataan hidup sedemikian mempengaruhi hokum yang berlaku dalam masyarakat, atau jugga degan kata lain dapat dirumuskan bahwa hukum dipengaruhi olehh kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat.[4]

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini, yaitu :
1.      Pengertian dan ruang lingkup politik hukum.
2.      Politik hukum Negara Indonesia.
3.      Mengapa politik hukum sangat diperlukan dalam penyelenggaraan negara.
C.    Tujuan
Tujuan dari penulisann ini yaitu :
1.      Untuk memahami tentang apa itu politik hukum.
2.      Untuk memahami peranan politik hukum dalam penyelenggaran negara Indonesia.




D.    Pembahasan
1.      Pengertian dan Ruang Lingkup Politik Hukum
Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi. Namun dengan menyakini adanya persamaan substansif antar berbagai pengertian yang ada.
Politik hukum, menurut Padmo Wahyono, merupakan kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang akan dibentuk . Politik hukum berkaitan dengan hukum yang diharapkan (ius constituendum) Selanjutnya juga, menurut Satjipto Rahardjo, politik hukum diartikan seagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.[5]
Selanjutnya bahwa politik hukum yang sesungguhnya memiliki tujuan mulia yang ingin dicapai masyarakat, bangsa, dan negara. Politik hukum memiliki beban sosial suatu masyarakat, bangsa, dan negara untuk mewujudkan cita-cita bersama. Kebijakan hukum yang dikeluarkan tidak boleh ditunggangi oleh kepentingan pihak tertentu untuk mengabdi pada kepentingannya sendiri.
Berdasarkan pengertian diatas, maka Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Nasional secara harfiah dapat diartikan sebagai kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu. Politik Hukum Nasional meliputi :[6]
a.       Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten.
b.      Pembangunan hukum yang intinya adalh pembaharuan terhdap ketentuan hukum yang telah ada dan yang dianggap usang, dan penciptaan ketentuan hukum baru yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan perkembangn yang terjadi dalam masyarakat.
c.       Penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya.
d.      Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi kelompok elit pengambil kebijakan.
Identintifikasi terhadap suatu produk hukum akan memperlihatkan kebijakan hukum itu sendiri. Kebijakan hukum itulah, yang oleh beberapa ahli kemudian disebut sebagai politik hukum. Moh. Mahfud MD, Politik Hukum merupakan kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan atau telah dilaksanakan pemerintah secara nasional. Hal ini mencakup pula pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pemuatan dan penegakan hukum. Hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal  yang bersifat imperatif atau keharusan-keharusan yang bersifat das sollen (keinginan, keharusan), melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam das sein (kenyataan) bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasiya dan penegakannya.[7]
Berdasarkan pengertian politik hukum diatas, maka yag menjadi ruang lingkup politik hukum, yaitu :
1.      Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyrakat oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
2.      Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
3.      Penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum.
4.      Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum.
5.      Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan, sedang dan telah ditetapkan.
6.      Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara.
2.      Politik Hukum Negara Indonesia.
Berbicara mengenai politik hukum diIndonesia, maka sangatlah memprihatinkan keberadaan tujuan daripada politik hukum itu sendiri, karena hukum telah menyimpang dari perlindungan kepentingan-kepentingan konstitusional dan tujuan-tujuan sah tindakan negara yang dirancang untuk memperlihatkan struktur hukum yang melekat dalam suatu negara yang demokratis.
Politik hukum negara Indonesia seharusnya dilandaskan pada Pancasila dan UUD 1945, karena  merupakan dasar pembentukan negara Indonesia. Begitupun juga merupakan dasar penerapan, serta pelaksanaan politik hukum itu  sendiri. Selanjutnya menurut Prof. Teguh Prasetyo, bahwa Pancasila sebagai staatsfundamental (norma fundamental negara) maka Pancasila harus  dilihat sebagai cita hukum (rechtside) merupakan bintang pemandu. Posisi ini mengaruskan pembentukan suatu  hukum positif adalah untuk mencapai  ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk  menguji hukum positif.[8]
Selanjutnya menurut Bernard L Tanya Tanya, hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan negara, selain berpijak pada lima dasar (Pancasila), juga harus berfungsi dan selalu berpijak pada empat prinsip cita hukum (rechtsidee), yakni:[9]
a)      Melindungi semua unsur bangsa (nation) demi keutuhan (integrasi).
b)      mewujudkan keadilan sosial dalam bidang ekonomi dan kemasyarakatan.
c)      mewujudkan kedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum (nomokrasi).
d)     menciptakan toleransi atas dasar kemanusiaan dan berkeadaban dalam hidup beragama.
Dalam perspektif formal, politik hukum negara Indonesia dapat dilihat dalam GBHN Tahun 1993 yang mana menetapkan berbunyi “Terbentuk dan berfungsinya sistem hukum yang mantap, bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan tata hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan pertinmbanagan hukum yang mendukung  pembangunan  Nasional, yang didukung oleh aparatur  hukum, sarana dan  prasarana yang memadai serta masyarakat yang ada dan taat hukum.[10]
Mulyana W Kusumah mengemukakan bahwa, dari rumusan GBHN terlihat  bahwa adanya penonjolan fungsi instrumental hukum sebagai sarana kekuasaan politik dominan yang lebih terasa dari pada fungsi-fungsi lainnya. Ini terlihat dari pencerminan hukum sebagai kondisi dari proses pembangunan serta juga sebagai penopang yang tangguh atas struktur politik, ekonomi, dan sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka hubungan antara hukum dan politik menimbulkan dilema. Sehingga hukum senantiasa dipengaruhi oleh perkembangan politik massa, kelas menengah, dan elit.[11]
Inilah yang sering terjadi diIndonesia, bahwa stuktur hukum kaitannya dengan  perkembangan politik hukum dalam konfigurasi politik dan sistem pemerintahan, fungsi hukum hanya dapat berkembang secara baik saat ada peluang yang leluasa bagi partisipasi politik massa, sehingga ketika peran politik disominasi oleh kaum elit penguasa, maka fungsi hukum berkembanng sangat lamban.
Selanjutnya menurut Lawrence Rosen, sebagaimana dikutip oleh H. Biduan Syahrani, bahwa untuk mencapai suatu pendayagunaan pranata-pranata hukum agar berkembang dalam  masyarakat, maka ada tiga  dimensi yakni:[12]
a)      hukum harus sebagai cermin dan wahana bagi konsep-konsep yang berbeda mengenai tertib dan kesejateraan social.
b)      Hukum dalam peranannya  sebagai pranat otonom dapat pula merupakan pembatas kekuasaan sewenang-wenang.
c)      Hukum dapat didayagunakan sebagai sarana untuk mendukung dan  mendorong perubahan-perubahan sosial dan politik.
Nah dengan demikian, maka kesimpulan untuk mencapai suatu tujuan politik hukum yang maksimal diIndonesia maka seharusnya didasarkan pada  nilai-nilai kasih sayang (compation).
3.      Peranan Politik Hukum dalam Penyelenggaraan Negara.
Peranan politik hukum dalam penyelenggaraan negara sangat diperlukan karena dalam menata sebuah negara yang demokrasi mestinya mempunyai berbagai  tujuan tertentu.
Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, sebagaimana dikutip oleh R.E.S.Fobia dalam kuliah Politik Hukum pasca sarjana UKSW Salatiga, bahwa politik hokum sebagai legal policy yang telah ditentukan atau akan dilakukan oleh Pemerintah Nasional Indonesia, mempunyai tujuan sebagai berikut :
a)      Pembangunnan hukum, yang menyangkut pembuatan materi-materi hokum serta  pembaharuan materi agar lebih menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
b)      Pelaksanaan berbagain ketentuann hukum termasuk penegakan fungsi lembaga penegak hukum dan pembinaan para penegak  hukum.
Sehingga dengan demikian sebagai asumsi dasar dari politik  hukum yaitu :
1.      Politik hukum dasar pijakan yang sangat kuat yang mana ditetapkan oleh negara harus juga memiliki visi, misi, dan tujuan yang akan dicapai oleh negara tersebut.
2.      Kebijakan hukum yang diambil merupakan penjabaran lebih lanjut  sebagai arahan bagi  suatu negara untuk melakukan review-review terhadap ketentuan hukum yang ada.
3.      Agar  seluruh proses tersebut terlaksana dengan baik.

E.     Penutup
a.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka yang menjadi kesimpulan dari penulisan ini yaitu :
1.      Politik Hukum merupakan kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan atau telah dilaksanakan pemerintah secara nasional. Oleh sebab itu esensi dari hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal  yang bersifat imperatif atau keharusan-keharusan yang bersifat das sollen (keinginan, keharusan), melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam das sein (kenyataan) bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasiya dan penegakannya.
2.      Terbentuk dan berfungsinya sistem hukum yang mantap, bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan tata hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan pertinmbanagan hukum yang mendukung  pembangunan  Nasional, yang didukung oleh aparatur  hukum, sarana dan  prasarana yang memadai serta masyarakat yang ada dan taat hukum.
3.      Perkembangan politik hukum dalam konfigurasi politik dan sistem pemerintahan, fungsi hukum hanya dapat berkembang secara baik saat ada peluang yang leluasa bagi partisipasi politik massa, sehingga ketika peran politik disominasi oleh kaum elit penguasa, maka fungsi hukum berkembanng sangat lamban.
b.      Saran
1.      Kepada pemerintah agar untuk mencapai suatu tujuan politik hukum yang maksimal diIndonesia maka seharusnya didasarkan pada  nilai-nilai kasih sayang (compation).
2.      Semua elemen pemerintah maupun masyarakat  agar sebaiknya dalam pemaknaan tentang suatu tujuan politik hukum jangan  hanya pada das sollen (suatu keinginan, keharusan) tetapi juga sebagai das sein (suatu kenyataan).




















DAFTAR PUSTAKA

Mahfud MD, Politik hukum di Indoneisa, Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, 2006.         
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia,  Jakarta, Cetakan ke-IV, 2009.
Huijbers, Theo. Filsafat Hukum, Yogyakarta, Kanisius, 1995.
Prasetyo, Teguh & Abdul H Barkaktullah, Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2013.
H Biduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2011.
http://paulusmtangke.wordprees,com/politik-hukum-nkri/    




[1] Mahfud MD, Politik hukum di Indoneisa, jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, 2006, hal:1
[2] Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yogyakarta, Kanisius, 1995, hal:15-16
[3] Mahfud MD, Politik hukum di Indonesia, cetakan ke-IV, Raja Grafindo Persada, hal:16
[4] Teguh Prasetyo & Abdul H Barkaktullah, Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2013, hal;379-380
[5] Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia,  cetakan ke-IV, 2009, hal:1
[6] Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Nasional, Surabaya, LBH, 1985.
[7] Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia,  cetakan ke-III, 2006, hal:1-2
[8] Teguh Prasetyo & Abdul H Barkatullah, Ibid, hal: 384
[10] Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, 2009, hal: 18-19
[11] Ibid, hal:19-20
[12] H Biduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2011, hal:30-31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar