PEMBELIAN KEMBALI SAHAM (SHARE BUY BACK)
OLEH PERUSAHAN
A.
Pendahuluan
1.
Latar belakang
Perkembangan
perekonomian (perusahaan) dewasa ini, tidak terlepas dari peran pelaku usaha
dalam menjalankan usahanya yang digunakan untuk meningkatkan perekonomian baik
secara pribadi maupun global.
Adapun
bentuk usaha yang disenangi dan paling banyak melakukan kegiatan usaha adalah
bentuk usaha yang berbentuk perseroan terbatas karena di samping
pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga
memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan
perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual saham yang dimilikinya pada
perusahaan tersebut.
Suatu Perseroan Terbatas (PT) yang sebagai suatu badan usaha pada
dasarnya dalam pembentukan haruslah mempunyai modal. Modal dalam hal ini dalam
kategori saham. Bahwa dalam suatu Perseroan Terbatas (perusahaan) juga dapa
melakukan penjualan maupun pembelian saham. Hal mana bahwa dalam pembelian
saham oleh suatu perusahaan (PT) dapat dilakukan dengan membeli saham yang
bersifat saham tetap maupun saham yang yang ditempatkan oleh perusahaan (PT)
tersebut. Ada dua skema pendanaan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan permodalan sebuah Perseroan Terbatas, yakni :[1]
a.
Melalui utang (debt financing), dan
b.
Penyertaan modal (equity financing).
Penyertaan
modal disini dapat dikategorikan sebagai saham, karena bukti dari penyertaan
modal adalah dalam bentuk saham. Sehingga dengan demikian maka penyerta modal
merupakan pemegang saham juga dalam sebuah Perseroan Terbatas.[2]
Saham memiliki keistimewaan karena saham tersebut adalah
adalah modal dari sebuah perseroan. Dalam setiap lembar saham tersebut adalah
representasi dari sebuah perseroan yang namanya tertera dalam saham tersebut,
setiap lembar saham tersebut merupakan aset dari perseroan yang tertera dalam
saham tersebut. Dengan demikian
setiap lembar saham yang diperdagangkan di bursa itu mewakili perseroan yang
harganya bisa naik turun sedangkan dalam kondisi riil penurunan harga saham
tersebut bisa tidak sebanding dengan dengan nilai rill perseroan dan jika tidak
dilakukan tindakan penyelamatan maka berpeluang perseroan tersebut untuk
mengalami ketidakmampuan berproduksi yang mengakibatkan perseroan tersebut
bangkrut. Permodalan perseroan terbatas terdiri dari modal yang
ditempatkan sebagai saham yang dikuasai oleh para pemegang saham[3]
Modal
(saham) yang dimiliki oleh suatu Perseroan Terbatas dapat diperjual-belikan. Dalam hukum perusahaan tentunya
tidak asing dengan pembelian kembali saham atau dikenal dengan buy-back saham.[4] Dalam hal pembelian kembali saham Perseroan dapat dilakukan dengan
pertimbangan sumber dana yang akan dipergunakan untuk membeli kembali
saham-saham yang telah beredar tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 37
sampai dengan Pasal 40 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Yang mana secara khusus mengatur tentang hal perseroan melakukan
pembelian kembali saham yang telah beredar (share
buy back).
2.
Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
disini adalah :
a.
Bagaimana prinsip pembelian
kembali saham?
b.
Faktor-faktor apa yang
menyebabkan terjadinya pembelian kembali saham oleh suatu perseroan?
c.
Kewenangan pihak yang
melakukan pembelian kembali saham tersebut?.
3.
Tujuan
Adapun
yang menjadi tujuan dari penulisan ini yakni :
a.
Memahami prinsip-prinsip
pembelian kembali saham.
b.
Untuk mengetahui sebab-sebab
pembelian kembali saham dalam suatu perseroan.
c.
Memahami pihak-pihak yang
berkewenangan dalam pembelian kembali saham oleh perseroan tersebut.
B.
Pembahasan
Yang
dimaksud dengan buyback saham adalah pembelian
kembali saham-saham yang telah diterbitkan oleh suatu Perseroan dan dimiliki
oleh Perseroan untuk jangka waktu tertentu, maksimum selama 3 tahun. Pada
dasarnya buyback saham merupakan
bentuk tanggung jawab dari Perseroan yang dilakukan oleh Perseroan dengan
tujuan untuk memberikan perlindungan atas modal dan kekayaan perseroan.
Selanjutnya bahwa pembelian kembali
saham adalah stockrepurchase yaitu perjanjian bahwa perusahaan dapat membeli kembali saham yang telah diterbitkan jika perusahaan membutuhkan, penjanjian
ini dapat menjadi insentif bagi karyawan kontrak karena dengan demikian mereka dapat menjual kembali
sahamnya pada saat masa kontrak kerjanya berakhir.[5]
Modal
dasar (authorized capital atau equity)
adalah jumlah saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh perseroan sehingga
modal dasar terdiri atas seluruh nominal saham. Modal dasar inilah yang sering
dipakai sebagai Kriteria agar suatu perseroan dapat digolongkan dalam kategori
tertentu, yaitu apakah perseroan tersebut tergolong ke dalam perusahaan
kecil,menengah atau besar. Modal yang ditempatkan (issued capital)dikeluarkan
adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual,baik kepada para
pendiri maupun kepada pemegang saham perseroan. Para pendiri telah menyanggupi
untuk mengambil bagian sebesar aau sejumlah tertentu dari saham perseroan dan
karena itu,dia mempunyai kewajiban untuk membayar dan melakukan penyetoran kepada
perseroan. Modal yang disetor (paid up
capital) adalah saham yang telah dibayar penuh kepada perseroan yang
menjadi peryataan atau penytoran saham riil yang telah dilakukan baik oleh
pendiri maupun pemegang saham perseroan.
1.
Sebab-sebab Pembelian Kembali Saham
a.
Adanya faktor Disagio atau ketidak seimbangan antara
modal nominal dengan modal yang
sesungguhnya.
Menurut
Rochmat Soemitro, bahwa Disagio
merupakan suatu pembelian kembali saham yang dilakukan karena adanya faktor
ketidak seimbangan antara modal nominal dengan
modal yang sesungguhnya yang disebabkan karena kerugian yang diderita
oleh perusahaan.[6]
Selanjutnya bahwa disagio dilakukan
karena ketidakseimbanngan yang sangat antara kemnyataan nilai harta kekayaan
(aset) perseroan dengan nilai nominal saham yang ada.
b.
Karena faktor pengurangan
modal perseroan (Amortisasi)
Menurut
Rochmat Soemitro, sebagaimana yang dikutip oleh Rudhi Prasetya, bahwa yang
dimaksud dengan pengurangan modal disini (Amortisasi),
dapat terjadi melalui 3 cara yakni:[7]
1)
Pembelian kembali saham yang
telah beredar dengan dibayarkan dari uang harta kekayaan perseroan.
2)
Membayar kembali uang saham
yang telah disetorkan atau dengan
membedakan harga saham yang masih
terutang.
3)
Melalui penilaian kembali
atas nilai nominal dari saham yang ada, yaitu dengan memperkecil nilai
saham tersebut dengan cara “afstempeling”
(pengecapan) atas saham yang telah ada atau mengganti saham
tersebut.
2. Prinsip dan tujuan pembelian kembali saham
Perseroan terbatas dapat membeli kembali saham yang dikeluarkannya dengan
ketentuan sebagai berikut :[8]
1. Pembelian
kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih suatu perseroan
menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib
yang telah disisihkan, dan
2. Jumlah nilai
nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau
jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau
perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh
perseroan tidak melebihi dari 10% (sepuluh persen) dari modal yang ditempatkan
dalam perseroan.
Dapat dijelaskan sedikit disini
bahwa yang dimaksudkan dengan kekayaan
bersih di sini adalah seluruh harta perusahaan yang telah dikurangi seluruh
kewajiban perusahaan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh
RUPS dalam 6 (enam) bulan terakhir.[9]
Sebagai konsekuensi dari Ketentuan pasal 37 ayat 1
tersebut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 juga memberikan ketentuan tentang
kondisi yang dapat mengakibatkan suatu proses pembelian saham kembali (buyback)
menjadi batal demi hukum. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pembelian yang tidak sesuai dengan
ketentuan tersebut diatas (ketentuan Pasal 37 ayat 1) batal oleh hukum.
2.
Direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad
baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana
dimaksudkan pada ketentuan diatas.
3.
Saham yang dibeli kembali Perseroan
sebagaimana dimaksud pada hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga)
tahun.
Bahwa dengan demikian maka pembelian kembali saham bertujuan
secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan kekayaan bersih suatu
perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan
wajib yang telah disisihkan, atau jumlah nilai nominal seluruh saham yang
dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham
yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya
secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan melebihi dari 10%
(sepuluh persen) dari modal yang ditempatkan dalam perseroan, adalah batal demi
hukum.
Selanjutnya bahwa menurut Prof. Mr. Dr. Sudargo
Gautama[10]
bahwa pembelian kembali saham ini harus dibayar dari laba bersih dan tidak
boleh menyebabkan modal perseroan menjadi lebih kecil. Atau dengan penjelasan
lebih lanjut bahwa pembelian kembali saham tidak boleh menyebabkan ditariknya
saham tersebut. Kecuali jika terjadi pengurangan modal.
Pada prinsipnya pembelian kembali saham oleh perseroan
hanya boleh dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang
Saham. Akan tetapi Rapat Umum Pemegang Saham dapat menyerahkan kewenangannya
kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Jangka waktu ini tidak mutlak
karena dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama oleh Rapat Umum Pemegang
Saham atau bahkan ditarik kembali oleh Rapat Umum Pemegang Saham sewaktu-waktu
dari Dewan Komisaris.[11]
Dengan demikian maka pada dasarnya
bahwa yang berkewenangan melakukan pembelian kembali saham adalah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang mana dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris atas
persetujuan RUPS.
Pembelian
kembali saham dilakukan atas dasar keputusan RUPS. Hal ini sebagaimana
ditentukan dalam Undng-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau
dalam Anggaran Dasar Perseroan tersebut.
Kewenangan
dari RUPS dapat dilimpahkan kepada Komisaris untuk waktu 1 (satu) tahun
lamanya. Apabila RUPS menentukan dan memberikan kekuasaan kepada Komisaris ,
dilakukan penambahan modal sesuai dengan
apa yang diputuskan dalam RUPS.[12]
Sehingga dengan demikian maka kewenangan yang diberikan itu dalam tenggang
waktu 1 tahun pula. Akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan bahwa
sewaktu-waktu dapat ditarik kembali kewenangan tersebut.
Saham yang
dibeli kembali oleh perseroan tidak memiliki hak suara dalam Rapat Umum
Pemegang Saham sehingga tidak dapat diperhitungkan dalam jumlah kuorum. Selain
itu, perseroan selaku pemegang saham yang dibeli kembali tidak berhak menerima
deviden atas saham yang dimilikinya.
Setiap pemegang saham berhak meminta
kepada perseroan agar saham yang dibeli perseroan dibeli dengan harga yang
wajar jika pemegang saham tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan
pemegang saham dan perseroan berupa tindakan:[13]
a.
Perubahan anggaran dasar
b.
Pengalihan atau penjaminan sebagian besar (lebih dari
50% [lima puluh persen]) kekayaan perseroan.
c.
Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau
pemisahan.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperkecil kerugian yang dialami oleh pemegang saham yang telah merasa
diperlakukan dengan tidak wajar.
C.
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan yang telah dikemukakan diatas maka, penulis
member kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pada dasarnya bahwa pembelian
kembali saham (share buy back) oleh
sebuah Perseroan Terbatas (peruasahaan) itu
terjadi karena adanya faktor Disagio atau ketidak seimbangan antara
modal nominal dengan modal yang
sesungguhnya, dan hal yang berikut adalah karena faktor pengurangan modal
perseroan (Amortisasi).
2.
Pada prinsipnya pembelian kembali saham oleh perseroan
hanya boleh dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang
Saham. Akan tetapi Rapat Umum Pemegang Saham dapat menyerahkan kewenangannya
kepada Dewan Komisaris untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
3.
Saham yang dibeli kembali oleh perseroan tidak
memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham sehingga tidak dapat
diperhitungkan dalam jumlah kuorum. Selain itu, perseroan selaku pemegang saham
yang dibeli kembali tidak berhak menerima deviden atas saham yang dimilikinya.
Daftar Pustaka
Budiyono, Tri, Hukum Perusahaan, Salatiga, Griya Media, 2011
Rudhi Prasetya, kedudukan mandiri
Perseroan Terbatas, Bandung, Citra Aditya Bakti, cetakan kedua, Anggota IKAPI
Gautama, Sudargo., Komentar atas
Undang-undang Perseroan Terbatas (baru) Tahun 1995 No. 1 perbandingan dengan
Peraturan Lama, Bandung, Citra Aditya Bakti, Anggota IKAPI, 1995.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas
[1]
Tri. Budiyono, Hukum Perusahaan, Salatiga, Griya Media, 2011, Hal:75
[2]
Ibid Hal:76
[5] http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/pembelian_kembali_saham.aspx
[6]
Rudhi Prasetya, kedudukan mandiri Perseroan Terbatas, Bandung, Citra Aditya
Bakti, cetakan kedua, Anggota IKAPI, Hal:190
[7]
Ibid, hal: 189-190
[8] Pasal 37 Ayat 1 UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
[10]
Sudargo Gautama, komentar atas Undang-undang Perseroan Terbatas (baru) Tahun
1995 No. 1 perbandingan dengan peraturan lama, 1995, Hal :53
[12]
Tri Budiyono, Ibid Hal:83
Tidak ada komentar:
Posting Komentar